Seperti dugaan banyak warga, bahwa pemerintah akan memperpanjang Pemberlakuan Pengetatan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4, 3, dan 2, pada pekan ini. Ternyata iya. Perpanjangan PPKM dilakukan pada 10-16 Agustus 2021.
“Atas arahan Bapak Presiden Republik Indonesia, maka PPKM Level 4, 3, dan 2 di Jawa-Bali akan diperpanjang sampai tanggal 16 Agustus 2021,” kata Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan dalam konferensi pers, Senin (9/8/2021), yang dikutip oleh kompas.com.
Setelah penetapan itu, apa yang terjadi? Macam-macam responnya tentu saja. Namun, bila kita tilik dari aneka komentar dan postingan warga pada berbagai media sosial, kembali pada dua kubu. Warga yang menerima dan ada pula yang ngedumel.
Masyarakat sebagai bagian dari sistem sosial, realitasnya akan menghadapi konflik. Setidaknya konflik dalam pemikiran dan perasaan mereka. Itu pula yang terjadi tatkala PPKM Darurat diperpanjang.
Belum lagi dalam sistem sosial yang skala lebih besar. Antar negara di dunia. Padahal dalam situasi konflik imunitas, masing-masing pribadi dan ketahanan kedaulatan wajarlah bila berkurang.
Menghadapi situasi seperti ini, sebagai bagian dari sistem sosial yang ada, maka kita harus lebih berhati-hati dalam memahami konteks dan kenyataan yang terjadi.
Ada baiknya kita tidak terjebak pada arus liar. Bahwa, dalam ilustrasi penyelamatan ketika kita terseret arus liar yang berbahaya, maka jurus sebaliknya, justru memanfaatkan kekuatan arus tadi, sesaat waktu. Kita ikuti bagaimana itu arus. Tetapi pada saat yang sama, mencari celah untuk dapat keluar dari gelombang besar pusaran arus.
Nah, tatkala arus pengaruh Covid begitu membahana, maka ibaratnya kita mesti mengikuti bagaimana dan kemana arus pengaruh Covid ini. Lalu, pada saat yang sama kita memikirkan dan mencari solusi untuk hengkang dari situasi Covid. Tidak membiarkan diri diombang-ambing, tidak juga melawannya secara langsung, tidak justru menikmatinya berlebihan. Tetapi mengikutinya beberapa saat, lalu menghindarinya.
Itu tadi idealnya berlaku untuk perseorangan. Artinya korban tunggal. Namun bila korban adalah warga dalam sistem sosial, maka tentu harus ada kesepahaman, bagaimana kita merencana dan merumuskan cara untuk menghadapi ancaman arus liar Covid ini. Setidaknya sepaham untuk selamat.
Dalam sebuah sistem selalu dibentuk perwakilan, untuk memfungsikan diri mengatur keseluruhan anggota sistem. Nah, peran pengaturan itu kita percayakan kepada mereka yang sedang amanah saat ini. Bila kita sebagai anggota sistem sosial ingin mengajukan solusi, maka mekanisme perlu ditempuh agar tidak saling salah-menyalahkan. Alhasil, bukan keselamatan yang akan dicapai, justru cerai berai. Bila bercerai, yakinlah kekuatan untuk selamat menurun. Setidaknya, peluang berkurang.
Nah, momentum hijriyah 1443 saat ini nampaknya mengingatkan kepada kita untuk berubah menjadi lebih baik, dalam menata hati masing-masing, lalu menata sistem sosial kita, juga untuk menata kehidupan skala makro, menjadi lebih baik.*