Gegara Covid Kita Konflik? Tujuan Pembangunan ‎Terabaikan

Seperti dugaan banyak warga, bahwa pemerintah akan memperpanjang Pemberlakuan Pengetatan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4, 3, dan 2, pada pekan ini. Ternyata iya. Perpanjangan PPKM dilakukan pada 10-16 Agustus 2021.

“Atas arahan Bapak Presiden Republik Indonesia, maka PPKM Level 4, 3, dan 2 di Jawa-Bali akan diperpanjang sampai tanggal 16 Agustus 2021,” kata Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan dalam konferensi pers, Senin (9/8/2021), yang dikutip oleh kompas.com.

Setelah penetapan itu, apa yang terjadi? Macam-macam responnya tentu saja. Namun, bila kita tilik dari aneka komentar dan postingan warga pada berbagai media sosial, kembali pada dua kubu. Warga yang menerima dan ada pula yang ngedumel.

Masyarakat sebagai bagian dari sistem sosial, realitasnya akan menghadapi konflik. Setidaknya konflik dalam pemikiran dan perasaan mereka. Itu pula yang terjadi tatkala PPKM Darurat diperpanjang.

Belum lagi dalam sistem sosial yang skala lebih besar. Antar negara di dunia. Padahal dalam situasi konflik imunitas, masing-masing pribadi dan ketahanan kedaulatan wajarlah bila berkurang.

Menghadapi situasi seperti ini, sebagai bagian dari sistem sosial yang ada, maka kita harus lebih berhati-hati dalam memahami konteks dan kenyataan yang terjadi.

Ada baiknya kita tidak terjebak pada arus liar. Bahwa, dalam ilustrasi penyelamatan ketika kita terseret arus liar yang berbahaya, maka jurus sebaliknya, justru memanfaatkan kekuatan arus tadi, sesaat waktu. Kita ikuti bagaimana itu arus. Tetapi pada saat yang sama, mencari celah untuk dapat keluar dari gelombang besar pusaran arus.

Nah, tatkala arus pengaruh Covid begitu membahana, maka ibaratnya kita mesti mengikuti bagaimana dan kemana arus pengaruh Covid ini. Lalu, pada saat yang sama kita memikirkan dan mencari solusi untuk hengkang dari situasi Covid. Tidak membiarkan diri diombang-ambing, tidak juga melawannya secara langsung, tidak justru menikmatinya berlebihan. Tetapi mengikutinya beberapa saat, lalu menghindarinya.

Itu tadi idealnya berlaku untuk perseorangan. Artinya korban tunggal. Namun bila korban adalah warga dalam sistem sosial, maka tentu harus ada kesepahaman, bagaimana kita merencana dan merumuskan cara untuk menghadapi ancaman arus liar Covid ini. Setidaknya sepaham untuk selamat.

Dalam sebuah sistem selalu dibentuk perwakilan, untuk memfungsikan diri mengatur keseluruhan anggota sistem. Nah, peran pengaturan itu kita percayakan kepada mereka yang sedang amanah saat ini. Bila kita sebagai anggota sistem sosial ingin mengajukan solusi, maka mekanisme perlu ditempuh agar tidak saling salah-menyalahkan. Alhasil, bukan keselamatan yang akan dicapai, justru cerai berai. Bila bercerai, yakinlah kekuatan untuk selamat menurun. Setidaknya, peluang berkurang.

Nah, momentum hijriyah 1443 saat ini nampaknya mengingatkan kepada kita untuk berubah menjadi lebih baik, dalam menata hati masing-masing, lalu menata sistem sosial kita, juga untuk menata kehidupan skala makro, menjadi lebih baik.*

Pikiran Liar, Menerka Arah Gerak Corona

Masa depan memang misteri dan rahasia. Karenanya, banyak orang yang menerka-nerka. Dihitung dengan runut. Direncana dengan matang. Bahkan digadang-gadang biar sesuai harapan. Tetapi tetap saja, (sebenarnya) masa depan itu tak terduga.

Walau dapat diterka-terka melalui perencanaan yang matang, mendetil dan sistematis, masa depan memiliki hukum dan kaidahnya tersendiri rupanya. Salah satu kaidahnya, ya tak pasti itu.

Kerena ketidakpastian inilah, kemudian kita diwajibkan usaha dan upaya. Dalam berupaya itulah kita sebagai manusia membutuhkan panduan dan pedoman hidup. Panduan hidup itu dapat berupa adat-istiadat dan budaya, sebagai manifestasi budaya. Hasil karya warga bumi. Juga dapat berupa informasi langit melalui wahyu.   

Disinilah nampaknya, pentingnya peran agama. Bahwa agama diyakini dapat menjadi solusi ketika manusia kehilangan atau sedang mencari arah kehidupan. Melalui informasi keagamaan berupa aturan. Sehingga manusia tidak sasar dan salah jalan.

Saat ini, di berbagai belahan bumi, kita sedang disibukkan dengan persoalan Corona. Corona varian Covid-19 (dan varian lainnya yang terbaru) rupanya menjadi tamu tak diundang, yang mampu merebut perhatian jagat raya.

Tak berlebihan kalau Covid-19 kita juluki sang bintang di luar dugaan. Karena hingga detik inipun, hampir segala persoalan di planet ini merujuk pada tingkah laku yang terkait dengan Covid-19. Covid telah menjadi bintang tersendiri yang menggeser popularitas berbagai hal.

Sayangnya, sang covid merupakan makhluk tak berwujud dalam kasat mata manusia. Sehingga kita kesulitan mengidentifikasinya dengan baik. Ibarat alien yang diterka-terka, dicerca dan dijadikan kambing hitam.

Saat ini sudah beredar luas aneka teori mengungkap kehidupan sang covid. Disampaikan oleh lembaga resmi berdasar hasil penelitian yang mendalam, hingga obrolan warung kopi warga biasa, yang tak berujung-pangkal.

Akumulasi berbagai informasi tentang covid menyudut pada realitas kehidupan makhluk “asing” yang kontra produktif dengan realitas kehidupan warga bumi, khususnya manusia. Covid dihakimi menjadi “pengganggu” kehidupan.

Covid begitu liar, dari pantauan gejala dan dampaknya yang terjadi pada realitas kehidupan kita. Kita hanya menerka-nerka dan mencoba merumuskan sejumlah “kebiasaan” hidup covid. Untuk menghukumi bagaimana ia berpengaruh negatif terhadap kita. Lantas, muncul berbagai gerakan untuk menghadapinya. Tanpa mengurangi validitas dan otonomi semua itu. Tentu, ini akan terus berlanjut sesuai dengan proses identifikasi kita terhadap Covid. Entah sampai kapan?

Kawan, mari kita sejenak lupakan covid. Dalam berbagai referensi adat, budaya, kearifan lokal dan informasi langit, makhluk pengganggu kehidupan manusia sering dideskripsikan. Mulai dari dedemit, siluman, hantu, syetan, jin dan sejenisnya. Kesemua itu hampir serupa dengan covid, sama-sama tak terlihat oleh kasat mata. Berarti ia berada pada dimensi alam atau kehidupan yang berbeda.

Hingga kini sebagai komunitas makhluk bumi, kita tetap dapat melepaskan keterpengaruhan yang sangat, dari kesemua jenis makhluk itu. Persoalan ingin menghadapinya lebih baik, kita tentu perlu mengungkap aneka informasi khusus oleh orang-orang khusus juga. Tetapi, ada baiknya tidak melibatkan dan menganggap persoalan bersama secara berlebihan.

Bisa jadi, kita banyak dipengaruhi praduga. Bukan oleh dampak dan akibatnya. Nampaknya, apabila kita abaikan, dalam arti image dan perhatian, sang bintang tak diundang, Corona akan malu sendiri. Secara otomatis redup popularitasnya. Perhatian publikpun dapat beralih pada hal-hal normal biasa.

Namun demikian, tidak berarti, kita abai dari akibat dan dampaknya. Sebab itu terbukti dan menjadi realitas. Ini berhubungan dengan sejumlah rumusan resmi yang sedang gencar saat ini. Patut diapresiasi dan diindahkan.

Jangan terlalu serius. Hehe. Ini sekedar pemikiran liar.*

Ingin Bebas Corona, Tapi Ambigu dalam Perilaku

Kesadaran dan kepatuhan masyarakat untuk saling ‎menjaga dari ganasnya corona sempat diragukan, maka ‎sempat beredar isu tagar #TerserahAja.‎
Lalu bagaimana situasi dan perihal kepatuhan dan ‎kesadaran ini? Berikut disajikan artikel mengani hal ini, ‎untuk memberi gambaran walau alakadarnya, situasi ‎yang terjadi.‎

Pada 1950-an, beberapa psikolog sosial di Amerika ‎Serikat (AS) mulai mengembangkan Health Belief Model ‎‎(HBM) yang masih digunakan secara luas dalam riset ‎perilaku kesehatan hingga kini. Dikutip oleh ‎theconversation.com.‎
HBM merupakan perpaduan pendekatan filosofis, medis, ‎dan psikologis, untuk menjelaskan kepatuhan atau ‎ketidakpatuhan masyarakat dalam melakukan upaya ‎kesehatan, untuk mengeksplorasi berbagai perilaku ‎kesehatan baik jangka panjang maupun jangka pendek.‎

Secara singkat, HBM terdiri atas enam komponen:‎
‎1.‎ Persepsi kerentanan (perceived susceptibility), yaitu ‎bagaimana seseorang memiliki persepsi atau ‎melihat kerentanan dirinya terhadap penyakit.‎
‎2.‎ Persepsi keparahan (perceived severity), yaitu ‎persepsi individu terhadap seberapa serius atau ‎parah suatu penyakit.‎
‎3.‎ Persepsi manfaat (perceived benefit), yaitu persepsi ‎individu akan keuntungan yang ia dapat jika ‎melakukan upaya kesehatan.‎
‎4.‎ Persepsi hambatan (perceived barriers), yaitu ‎persepsi individu akan adanya hambatan dalam ‎melakukan upaya kesehatan.‎
‎5.‎ Petunjuk bertindak (cues to action), yaitu adanya ‎kejadian atau dorongan untuk melakukan upaya ‎kesehatan yang berasal dari kesadaran diri atau ‎dorongan orang lain; misalnya iklan kesehatan atau ‎nasihat dari orang lain.‎
‎6.‎ Kemampuan diri (self-efficacy), yaitu persepsi ‎individu tentang kemampuan yang dimilikinya. ‎Seseorang yang menginginkan perubahan dalam ‎kesehatannya dan merasa mampu, akan melakukan ‎hal-hal yang diperlukan untuk mengubah perilaku ‎kesehatannya; demikian pula sebaliknya.‎

Dengan pendekatan HBM, diperkirakan dapat ‎memahami dan menjelaskan kenapa masyarakat tidak ‎patuh terhadap protokol kesehatan pandemi COVID-19.‎

Diduga kuat, pada satu sisi, masyarakat kurang memiliki ‎pemahaman seberapa rentan mereka tertular COVID-19, ‎seberapa parah penyakit ini, apa manfaat melakukan ‎pencegahan, dan kurangnya petunjuk untuk bertindak.‎
Lantas, pada sisi lain masyarakat menghadapi berbagai ‎hambatan untuk mengakses pada fasilitas kesehatan. ‎Pada akhirnya, menyebabkan terjadinya salah persepsi ‎terkait self-efficacy: mereka tidak yakin akan kemampuan ‎dan tindakannya.‎

Padahal, jika masyarakat memiliki persepsi yang baik ‎terhadap kerentanan diri, bahaya penyakit, keuntungan ‎dari upaya pencegahan yang dilakukan dan mendapat ‎petunjuk bertindak serta minimalnya hambatan, maka ‎self-efficacy dapat dibangun.‎

Terlepas itu semua, keyakinan akan kemampuan dan ‎kesanggupan seseorang untuk dapat menjalankan ‎protokol kesehatan dapat ditumbuhkan dengan cara, ‎antara lain:‎
1. melihat pencapaian kesehatan yang ia lakukan pada ‎masa lalu; ‎
2. melihat keberhasilan orang lain (jika orang lain bisa, ‎maka saya pun bisa); ‎
3. bersikap tegas dengan diri sendiri; dan menghilangkan ‎sikap emosional dan menetapkan tujuan.‎

Itulah beberapa hal terkait kepatuhan dan ‎ketidakpatuhan publik dalam upaya bersama untuk ‎menerapkan protokol kesehatan. Semoga kita dapat ‎kompak ya?‎

Memahami Wabah Corona Dari Sisi Agama

Wabah yang saat ini mendunia, yaitu virus corona, pada varian terbaru Covid-19 merupakan musibah dan menjadi keprihatinan kita semua. Lebih dari 88 ribu orang di Indonesia dan 4,2 juta di dunia, meninggal dunia, serta menyebar di seratus lebih negara di dunia. Informasi berdasarkan update informasi resmi pemerintah pekan ketiga Juli 2021.

Bagaimana sikap kita sebagai bagian dari umat beragama, untuk menghadapi musibah besar ini? Tidak bukan, adalah mengembalikan semuanya kepada Allah, Sang Pencipta. Bahwa Allah yang telah menciptakan semua makhluk-Nya, baik yang besar maupun yang kecil, yang terlihat maupun tidak kelihatan oleh mata.

Pada salah satu ayat dari Al-Qur’an, berfirman:

“Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun” (Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya kami akan kembali). (QS Al-Baqarah [2]: 156).

Karenanya, seyogianya kita tidak bersedih dan khawatir berlebihan dan berlarut-larut, apalagi hingga menyesali nasib lalu berputus asa. Sebab, semuanya memang hanya milik Allah. Termasuk wabah corona yang saat ini merebak ke seluruh dunia. Pelajaran terpentingnya, bagaimana kita berupaya mengatasinya dan mengantisipasinya, dengan cepat dan tepat.

Bila kita telusuri dengan pendekatan sistem kepercayaan, berupa aqidah, kita menyadari bahwa segala urusan di muka bumi ini, adalah atas izin dan kehendak Allah. Seperti firman-Nya:

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah, dan setiap orang yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”  (QS At-Taghabun : 11).

Tetapi penjelasan lebih lanjut, disbutkan bahwa:

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kamu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari dosa-dosamu.” (QS Asy-Syura: 30).

Itulah hakikat musibah, atas izin Allah dan karena kelalaian manusia. Tetapi semua kita coba kembali memahami sebagai bagian dari ilmu Allah.

Pada QS Al-An’am Allah menekankan :

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” (QS Al-An’am [6] : 59).

Menurut ahli tafsir, Syaikh Wahbah az-Zuhaili, pakar asal Suriah, dalam Kitab Tafsir Al-Wajiz, dijelaskan, bahwa Allah mengetahui, bukan hanya mengetahui, tapi Maha Mengetahui. Bahwa, semua yang ada dan terjadi di daratan dan di tempat-tempat sepi tersembunyi sekalipun, yang mencakup binatang, pepohonan, pasir kerikil, dan debu, termasuk bakteri dan virus. Juga segala hewan yang berada di laut, berupa binatang, tambang, ikan, dan lain-lain yang dikandungi oleh airnya.

Itulah bukti keagungan Allah. Dzat Mahabesar dan keluasan-Nya dalam seluruh sifat-sifat-Nya.

Adapun realitas di sekeliling kita, ada orang yang meninggal, terdampak virus corona, maka sesungguhnya kematian itu bukanlah karena seseorang atau benda apapun. Namun semata-mata karena ajal yang sudah Allah tentukan. Maka, bagi yang tertimpa wabah corona, atau apapun, tetap berharap dan bergantungnya mutlak kepada Allah.

Adapun kepada sesama manusia, seperti diperiksa kepada dokter, karantina perawatan, itu hanyalah ikhtiar, yang memang harus maksimal juga dilakukan, agar dapat sehat kembali.

Semntara persoalan ketentuan ajal, Allah menyebutkan di dalam firman-Nya :

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (QS Al-Anbiya [21]: 35).

Untuk itu, baiknya kita perkuat upaya spiritual ilahiyah, yakni dengan memanjatkan doa memohon keselamatan dari Allah Sang Maha Pencipta dan Sang Pemberi Keselamatan. Memperkuat spiritual jiwa dengan shalat, doa, dzikrullah, shalawat dan kalimat-kalimat thayyibah.

Termasuk selalu memanjatkan doa secara khusus, seperti doa yang diajarkan Rasulullah SAW, di antaranya :

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari penyakit kulit, gila, lepra, dan dari penyakit lain yang mengerikan.” (HR Abu Daud dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu).

Semoga Allah melindungi dan menyelamatkan kita dan keluarga dari serangan wabah virus corona, dan berbagai ujian serta bencana lainnya.*

Alasan Kenapa Harus 5M

SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA 1442 H., KEBERKAHAN SELALU MENYERTAI KITA || Hadapi Pandemi Ingat 5 M: Memakai Masker, Muncuci Tangan, Menjaga Jarak, Menjauhi Kerumunan dan Mengurangi Mobilitas || POWERED BY MANSURASYARIE.WORDPRESS.COM

Mengenal Kronologi Gerakan 5M

Kesehatan merupakan keadaan lengkap fisik, mental, dan kesejahteraan sosial dan tidak hanya mengenai hal penyakit atau kelemahan  (Julismin & Hidayat, 2013).

Kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar masyarakat, maka kesehatan adalah hak bagi setiap warga masyarakat yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar. Pengertian Kesehatan menurut wikipedia adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Widiastuti, 2019).

Keluarga merupakan kelompok utama yang mengupayakan pencegahan, dan mempertahankan kesehatan, serta merupakan pemeran utama dalam memberi asuhan kepada anggotanya yang sedang mengalami sakit (Nurachmah, Elly, 2014).

Menurut Kelen, dkk (2016), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang memiliki pengaruh kuat terhadap perkembangan individu. Keluarga dapat didefinisikan sebagai unit dasar dalam masyarakat yang dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan, memperbaiki dan mempengaruhi anggota keluarga untuk meningkatkan kualitas kesehatan keluarga (Ashidiqie, 2020).

Masa pandemi Covid-19 ini, keluarga sebagai unit sosial terkecil dari struktur masyarakat telah membuktikan ketangguhannya dalam membentengi dan melindungi semua anggotanya dari bahaya penularan virus tersebut. Mewabahnya Covid-19 di berbagai negara menjadi bukti bagaimana besar peran keluarga sebagai tempat berlindung paling aman supaya terhindar dari infeksi Covid-19 (Santika, 2020).

Kasus penyakit yang baru terjadi saat ini yang telah menggegerkan seluruh dunia yang  bernama Covid-19. Wabah Corona Virus Disease atau lebih dikenal dengan nama Virus Corona atau Covid-19 yang pertama kali muncul di Cina tepatnya di Kota Wuhan Tiongkok pada akhir tahun 2019. Virus ini kemudian mendadak menjadi penyakit mengerikan bagi masyarakat dunia, terutama setelah merenggut ribuan nyawa manusia dalam waktu yang relatif singkat. Hampir kurang lebih 200 Negara di Dunia terjangkit virus corona termasuk Indonesia (Supriatna, 2020).

Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan yang menular diakibatkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Virus Corona 2 (SARS-CoV-2). Karakteristik penyakit ini ada yang tanpa gejala hingga gejala berat, sehingga ada beberapa pasien yang membutuhkan perawatan intensif.

Penyebaran penyakit ini berlangsung luas dan cepat ke berbagai negara termasuk seluruh wilayah Indonesia (Setiawan, dkk, 2020). Data dari worldometes, per tanggal 16 Januari 2021 data yang terkena Covid-19 di seluruh dunia tercatat 94 juta orang positif virus corona, pasien sembuh tercatat 67 juta orang, dan meninggal dunia tercatat 2.015.946 orang. 

Kasus Covid-19 hingga akhir tahun 2020 lalu, terbanyak berada di Negara Amerika Serikat dengan jumlah kasus 24.068.126 jiwa, pasien sembuh sebanyak 14.204.318 orang, dan meninggal dunia sebanyak 401.370 jiwa (Bramasta, 2020).

Menurut Raditya (2021), dihimpun dari berbagai beberapa sumber, makna 5M adalah sebagai pelengkap aksi 3M. Gerakan 5M yaitu memakai masker, mencuci tangan paakai sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta mengurangi mobilitas.  Menurut Widiastuti (2019), definisi kepatuhan adalah perilaku positif yang diperlihatkan masyarakat dalam menerapkan 5M pencegahan Covid-19.     

Sumber utama: http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/7165/2/ diakses 25 Juli 2021 pukul 20.00 wib.

Saat Tren Tagar di Rumah Aja, Bertani Menjadi Aktivitas Relatif Aman

Pekan-pekan berlalu pelaksanaan imbauan #DiRumahSaja, di Indonesia banyak dinilai oleh berbagai pihak kurang efektif. Indikatornya itu dilihat dari posisi negeri ini sebagai negeri dengan case fatality rate termasuk urutan tertinggi dunia (8,8%). Seperti dikutip oleh detik.com akhir bulan lalu, dari laporan harian Juru Bicara Pemerintah Covid-19.

Persoalan lain, dampak ikutan dari anjuran itu pun merebak pada dimensi psikologis warga yang booring berada di rumah terus, tanda dapat berbuat hal-hal produktif untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.

Namun ada yang agak terlupakan dari perhatian kita, misalnya kebiasaan cocok tanam. Bercocok tanaman adalah warisan klasik warga daratan yang mulai hidup menetap untuk mempertahankan diri mereka mendapatkan makanan sehari-hari.

Bercocok tanaman juga kelanjutan budaya dari kebiasaan budaya berpindah-pindah pola budaya berburu pada sistem perkembangan kehidupan manusia pada berbagai kawasan budaya sebelumnya.

Belakangan tatkala perkembangan peradaban kian melesak maju, serta kebutuhan manusia mulai berkembang, bertani atau bercocok tanam mulai banyak dihindari, untuk menyebut hanya sebagian kecil warga yang mengembangkannya.

Seolah bertani tidak menjadi profesi yang trendy. Padahal pertanian adalah aktivitas yang cukup membantu menopang kehidupan dunia, sebagai penyuplai aneka kebutuhan pangan makhluk menghadapi kehidupannya.

Tetapi tatkala corona mulai merebak dengan sedemikian rupa dahsyatnya, aneka aktivitas yang memerlukan mobilitas tinggi dihentikan oleh kesadaran kolektif warga untuk menghindari corona. Sedangkan, aktivitas bertani menjadi profesi yang relatif bertahan baik. Terutama yang dilakukan secara tradisional. Seperti juga disarankan oleh kementerian pertanian

Walau disadari bertani modern tidak sekedar bercocok tanam, tetapi dalam rangka menghadirkan aneka komoditi pertanian, hingga menghasilkan produk siap santap, bidang ini dapat melakukannya secara langsung dan mandiri.

Contoh sederhanya yang dapat dilakukan semua keluarga yaitu bertani dalam skala kecil. Misalnya memanfaatkan halaman atau di lokasi sekitar rumah tempat tinggal mereka. Aktivitas bertani hampir dipastikan tetap dapat dilakukan.

Tentu kita harus memilih cara dan bentuk bercocok tanaman yang paling memungkinkan sesuai situasi rumah masing-masing. Tak terlampau menjadi persoalan. Serta tidak harus saling ketergantungan dengan aspek lain.

Inilah hebatnya bertani di saat genting seperti ancaman covid-19 ini. Relatif paling aman. Seta tetap dapat bertahan.***

Dahsyatnya, Kini Virus Corona Menyebar Di 54 Negara

balipostcom_virus-coronaVirus corona ditemukan menyebar ke sub-sahara Afrika untuk pertama kalinya.

Menteri Kesehatan Nigeria, Osagie Ehanire, mengatakan bahwa kasus pertama di negaranya terjadi pada seorang berkebangsaan Italia yang telah bekerja di Nigeria. Seperti dikutip oleh kompas.com.

Tambahan kasus di sejumlah negara tersebut membuat virus corona telah menyebar di 54 negara di dunia hingga Sabtu (29/02/2020) kemarin.

Dikabarkan bahwa kebangsaan italia itu sempat kembali dari Italia menuju Lagos pada 25 Februari 2020.

“Secara klinis, pasien dalam kondisi stabil, tanpa gejala serius dan sedang dirawat di Rumah Sakit Penyakit Menular di Yaba, Lagos,” kata Ehanire sebagaimana dikutip oleh media ini dari The Guardian.

Kasus ini merupakan kasus ketiga yang terjadi di benua Afrika. Menanggapi hal ini, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi di benua ini adalah “sistem kesehatan yang rapuh”.

Selain negara sub-sahara Afrika seperti Nigeria, kasus pertama virus corona Covid-19 juga dilaporkan oleh Pemerintah Lithuania.

Pasien tersebut merupakan seorang perempuan yang kembali minggu ini dari sebuah kunjungan ke bagian utara Italia, yaitu kota Verona.

Pasien berusia 39 tahun ini menghadiri sebuah konferensi dengan koleganya di Italia sebelum terbang ke selatan kota Kaunas.

Dikutip dari Al Jazeera, perempuan tersebut telah diisolasi di sebuah rumah sakit di utara kota Siauliai. Ia berada di bawah pengawasan dan diketahui menunjukkan gejala ringan.

Selain dua negara tersebut, New Zealand juga mengonfirmasi kasus pertamanya untuk virus corona Covid-19. Menurut keterangan dari kewenangan kesehatan setempat, virus ini dikonfirmasi positif pada seorang berusia 60 tahunan yang baru kembali dari Iran.

Pasien tersebut telah dirawat di Auckland City Hospital. Sementara, anggota keluarganya juga telah diisolasi sebagai bentuk pencegahan.

Pihak berwenang mengatakan bahwa pasien tiba menggunakan penerbangan Emirates yang mendarat di Auckland pada Rabu (26/2/2020) lalu.

Sementara itu, Belarusia juga melaporkan kasus pertama mereka yang masih berkaitan dengan Iran. Virus corona terkonfirmasi menjangkiti seorang pelajar Iran yang datang ke Belarusia dari Azerbaijan minggu lalu, menurut laporan AFP.

Kementerian Kesehatan mengatakan, terduga korban yang terjangkit dalam kondisi yang stabil. Sementara orang-orang yang memiliki kontak dengan pelajar tersebut sejak datang pada 22 Februari telah dikarantina di rumah sakit di Minsk.

Pihaknya juga melakukan pengecekan kesehatan bagi siapa pun yang datang dari Italia, Iran dan Korea Selatan.***