Generasi Muda Super Tera Quantum

Generasi Muda Super Tera Quantum

Oleh : Mansur Asyarie

TANTANGAN masa muda anak sekarang ini begitu kompleks. Tidak saja tantangan itu datang dari dalam diri mereka (internal) yang selalu terjadi konflik dalam dirinya, akibat dari friksi sosial yang mereka saksikan sehari-hari, juga tantangan dari luar terutama persaingan bebas yang dihadapinya dengan manusia lain dari pelbagai belahan dunia ini.

Konsekuensi dari ketidakberdayaan untuk menangani konflik internal dan konflik eksternal adalah keterpurukan status generasi muda kita yang tidak diharapkan oleh kita, mereka yang disebut di bawah garis normal (under line).

Membicarakan generasi muda, akan terkait pula dengan pembahasan kecenderungan negatif anak-anak muda kita belakangan ini, atau yang populer dengan istilah sosiologi adalah Juvinle Deliquency (kenakalan remaja). Kenakalan itu terjadi tentu saja dibentuk secara tidak sengaja oleh sistem sosial yang ada yang melingkupi hidup mereka, di samping kebiasaan jelek yang tak terkendali dari mereka sendiri. Untuk perbaikan itu tak mungkin dalam waktu singkat dapat dilaksanakan. Alias memakai jurus patgulipat. Paling-paling hanya mengurangi tensinya. Maka upaya penyelamatan anak muda agar tidak jauh terjerumus ke dalam kubangan kenistaan, perlu segera dibangun cara penyelamatan yang baik, yang dapat memperbaiki dari dalam dan dari luar.

Untuk perbaikan ini, Kartini Kartono (1998), ahli patologi sosial, mengatakan bahwa anak muda remaja yang sudah terkena atau pun belum terjangkit Juvinle Deliquency dapat diberi tindakan preventif (pencegahan) dan kuratif (penyembuhan) dengan cara: renungan, mawas diri, emansipasi, dan pendidikan yang relevan dengan anak sekarang.

Pembahasan tulisan ini, akan difokuskan pada bagaimana memberi pendidikan yang dimaksudkan, sesuai dengan anak muda sekarang sebagai upaya rekonstruksi pola pendidikan dan pembinaan anak muda remaja. Tanpa menganggap sepele cara yang lainnya (ungkapan Kartono) seperti mawas diri, emansipasi dan renungan. Karena semua cara itu, sesungguhnya kalau kita mengambil cara membina yang relevan dengan keinginan anak muda, dapat inheren ke dalam penyelenggaraan pendidikan.

Walau berlalu tahun 1982 di Kirkwood Meadows, California ada perkemahan yang diselenggarakan oleh para pemikir kependidikan. Istilah kegiatan itu menurut penemunya adalah Super Camp. Dimaksudkan untuk pembentukkan intelektual, fisik dan emosi anak didik secara seimbang dan selaras. Penggagas acara itu adalah seorang ibu yang bergerak di bidang pendidikan keterampilan luar sekolah di Amerika Serikat. Dia pula yang kemudian memasarkan gagasan quantum learning (percepatan pembelajaran). Itulah Bobbi dePorter.

Media alam terbuka dijadikan tempat untuk pembinaan anak muda ini, diperjelas oleh Jalaluddin Rakhmat, ahli komunikasi yang juga tokoh yayasan al-Muthahari Bandung, dapat membentuk kepribadian yang baik bagi anak muda. Karena alam bagi anak muda akan dijadikan sarana untuk menghayati hakikat hidup, di samping alam sebagai media terbuka memiliki daya tawar yang segar dan menimbulkan kegairahan tersendiri bagi anak muda.

Pada prinsipnya semua kegiatan yang diselenggarakan di alam terbuka, hemat Rakhmat yang kerap menjadi pembicara seminar, seperti saat ditemui pada sebuah diskusi buku di Bandung (tahun 2000), akan memberikan nilai konstruksi yang baik bagi pesertanya. Itulah hakikat quantum learning.

Quantum learning menginginkan bahwa untuk pembentukan manusia yang ideal adalah bagaimana menyeimbangkan antara pengembangan IQ (Intelligence Quotient, tingkat angka kecerdasan rasio) dan EQ (Emotional Quotient, kecerdasan emosi). Pada tataran IQ, para pembimbing akan mencoba memberikan bekal yang baik tentang muatan intelegensia yang insya Allah akan mudah diserap anak. Karena didukung oleh nuansa alam. Sementara, EQ akan didapatkan secara tidak langsung pembentukkannya oleh alam. Bagaimana alam menyentuh naluri alamiah anak dengan pelbagai tantangan yang sifatnya alami. Alam bukan harus dijadikan tantangan yang harus ditaklukkan oleh anak muda remaja, tapi dijadikan sahabat untuk mendidik diri. Bagaimana anak dapat menghayati kekerasan hukum alam yang mesti disikapi bijak, sekaligus bermuara pada pembentukkan sikap yang baik bagi mereka.

Berkenaan dengan alam sebagai lingkungan tempat belajar anak muda remaja, di tempat yang sama IAIN “SGD” Bandung, pada waktu yang berbeda, saat pengukuhan Guru Besar Madya Muhammad Hadi, ditemui oleh penulis mengatakan bahwa generasi muda akan sangat responsif terhadap pembinaan apabila pembinaan mereka dilakukan dengan pertimbangan utama yaitu: kegiatan yang cocok corak dan habitat kaum muda. Corak kaum muda, lanjut Hadi adalah segala kegiatan yang akan mengembangkan daya dinamisasi pergerakan kaum muda remaja. Sementara yang dimaksud dengan habitat ala kaum muda adalah penciptaan lingkungan yang harus sesuai dengan minat dan karakter anak muda, yaitu lingkungan yang menyenangkan, alami dan alam terbuka.

Dari kedua tokoh –Jalaludddin yang mengadopsi pemikiran dari Bobbi dePorter dan Hadi— nampaknya ada sebuah pemikiran yang patut kita kembangkan, bahwa untuk mengkonstruksi karakter anak muda, yang pada gilirannya akan membentuk generasi masa depan yang siap pakai, adalah melalui penciptaan lingkungan pendidikan dan corak materi pendidikan yang sesuai dengan gaya mereka.

Materi serta misi yang dituangkan berarti membina generasi muda yang bernuansa itu, mengharuskan kita juga memperhatikan pola yang akan digunakan. Tentu pola ini harus sesuai dengan alam pikir dan nuansa kepemudaan yang radikal, progresif, dinamis dan kritis.

Hadi, saat penganugrahan guru besarnya menyatakan bahwa untuk membentuk pendidikan generasi muda yang baik, maka harus mempertimbangkan habitat anak didik, agar memberikan nuansa warna maupun jenis serta semangat tersendiri sebagai kaum muda bagi mereka. Dilakukan dengan mempertimbangkan juga nuansa-nuansa optimistik, ini sesuai dengan psikologis mereka.

Mengutamakan alam kepemudaan yang cerdas dan semangat serta berani menyampaikan sesuatu demi kebenaran adalah juga ciri khas pembinaan anak muda yang baik yakni prinsip berkata benar dan menolak kesalahan. Secara keseluruhan bentuk pola itu mengintegrasikan nilai-nilai intelektual (rasional, jelas, bertanggung jawab, sistemik); nilai kepanduan (moralitas, kepribadian dan self constructive) dengan nilai-nilai perkembangan kekinian (informatif, transformatif, dan komprehensif, progresif, serta global).Penulis istilahkan dengan super tera quantum.**