MANAJEMEN SEBUAH KOMUNITAS, Mawas Diri untuk Mempengaruhi

Kemajuan adalah hasil dari memusatkan keseluruhan kekutan jiwa dan pikiran untuk cita-cita yang ingin dituju (Orison seet Marden)

Sudah menjadi hukum alamiah manusia terlahir dengan kaidah berbeda. Kita tidak bisa melepas perbedaan bagaimana pun usahanya, kecuali hanya pada tataran tertentu saja. Karena perbedaan itulah dunia ini menjadi begitu semarak. Munculnya berbagai kelompok, paguyuban, lembaga, grup, organisasi, parpol, dan keluarga, bahkan individu adalah hasil dari perbedaan dan persamaan. Sesungguhnya hidup adalah perbedaan.

Secara ideal, sebuah organisasi yang terdiri dari sekumpulan komponen (organs) akan dipadu menjadi satu bentuk tubuh baru yang khas. Seperti perhimpunan atau komunitas, adalah khas organisasi pehobi tertentu yang saling bantu sesama anggota dalam melaksanakan amanat musyawarah atau kesepakatan. Umumnya, tidak ada ukuran yang jelas, kecuali sekedar kesepakatan semata. Namun, beberapa di antaranya sudah berbadan hukum.

Sebuah tubuh baru yang khas organisasi itu dalam pendekatan sosiologis adalah juga merupakan sebuah komunitas. Karena, terdiri dari elemen-elemen pembentuk bangunannya. Pada gilirannya, khas dimaksudkan adalah memiliki karakter dan ciri kuat sebagai pembeda dengan organisasi lain, karena elemen inti yang terkandung di dalamnya.

Sebuah komunitas yang baik akan menciptakan komunikasi dan interaksi yang serasi dan harmonis dalam rangka mengikuti alur kehidupan. Sebaliknya, dalam realitas para personal organisasi (orgnisatoris) akan dihadapkan pada praktek yang kerapkali bertaut dengan hambatan. Hal ini, akibat dari perbedaan kultur, latar belakang dan wawasan. Selanjutnya, muncullah perbedaan pendapat, sikap, dan keterampilan berorganisasi. Perbedaan ini akan pada gilirannya menggiring pada terjadinya konflik.

Untuk membentuk sebuah wujud bangun organisasi yang baik, kita yang satu komplotan, perlu merapatkan dan menyiapkan barisan sebaik-baiknya. Paling tidak, menyamakan persepsi setiap anggota komunitas kita. Agar gerakan langkah kaki, sikap, suara dan pandangan berangkat dari pemahaman yang sama. Pemahaman itu, nantinya, akan tetap memagari perbedaan-perbedaan interpretasi (penafsiran).

Dalam sebuah komunitas, juga perlu memberdayakan (empowering) semua potensi yang ada. Pemberdayan ini dalam bahasa organisasi disebut manajemen.

Membicarakan manajemen adalah perlu pemahaman umum tentang segala aspek kehidupan manusia dalam berorganisasi. Menyangkut garapan, orang, uang, material, dan sebagainya, Hakikat eksistensi organisasi, hampir semua ahli sependapat bahwa organisasi laksana sebuah telur. Lapisan-lapisan telur itu terdiri dari lapisan luar adalah administrasi. Lapisan kedua dari luar adalah managemen dan lapisan berikutnya kepemimpinan. Lalu intinya, TU dan human relation.

***

Manajemen secara bahasa berarti mengatur. Berasal dari kata managio (Itali). Dalam bahas Latin berasal dari kata “manegiare”, akar dari kata manus yang berarti tangan. Secara bahasa, manajemen berarti mengatur rumah tangga, memimpin atau mengawasi.

Para ahli memberi pengertian tentang manajemen berbeda-beda. Namun intinya tetap dapat ditarik benang merahnya. Dapat kita amati dari pengertian yang dirumuskan oleh mereka seperti berikut ini.

Harold Koontz, ahli manajemen, menyebutkan bahwa managemen adalah penyelesaian pekerjaan melalui kegiatan orang lain. The Liang Gie, tokoh manajemen modern, memberikan pengertian agak lengkap dari Koontz, bahwa manajemen adalah proses menyelenggarakan tindakan-tindakan dalam usaha kerjasama manusia, sehingga tujuan yang telah ditentukan benar-benar tercapai.

Sementara itu, George R. Terry memberikan juga pengertian manajemen sebagai penyelesaian tujuan yang ditetapkan dengan menggunakan potensi orang lain. Berdasarkan tiga pengertian itu, singkatnya, manajemen dapat diberi pengertian sebagai seni mengatur orang lain untuk mencapai sesuatu.

***

Manajemen seperti yang dirumuskan pada pengertian tadi paling tidak ada 3 (tiga) unsur, yaitu orang lain (di luar dirinya), tujuan, dan proses pengaturan. Sebetulnya, konsekuensi sebuah pengaturan ini berarti menuntut adanya unsur (komponen) yang akan diatur. Setelah komponen ada, perlu juga pemahaman tentang komponen pembentuk tadi secara komprehensif.

Komponen manajemen adalah semua bagian yang akan diatur atau diberdayakan oleh seorang manager. Ketidak-jelasan bagaimana batasan komponen ini berakibat pada semakin lenturnya bentuk dan jenis komponen manajemen.

Rumus yang mudah diingat adalah yang tertuang dalam kunci unsur manajemen yaitu Six M. in management, yaitu man, money, method, material, machein, and market. enam unsur ini sepintas lebih condong pada manajemen bisnis murni, namun sebetulnya bisa diterapkan pada segala bentuk institusi, termasuk dewan kerja.

Manajemen teknisnya adalah bagaimana mengatur agar enam unsur ini berjalan seiring, saling mengisi, dinamis, dan harmonis. Agar organisasi yang digelindingkan jalan terus tanpa merasa ada hambatan di perjalanannya.

Kenapa harus digelindingkan terus? Karena semua unsur itu adalah potensi yang saling melengkapi, menyokong dan mendukung. Tentu saja pemberdayaan dan penggerakannya sesuai dengan keadaan masing-masing. Sesuai dengan keterbatasan semua insan dan komponen manajemen. Muncullah kemudian, job diskription, pembagian tugas, dan pembentukkan bidang, divisi dan jabatan.

Pembagian job ini adalah upaya optimalisasi kerja seorang aktivis. dalam manajemen sudah populer pembagian jenis manager, yaitu umum dan manager khusus. Sedangkan tataran hierarki kerja dan jabatan terdapat pembagian low manager, midle manager dan top manager.

Manajemen yang baik adalah yang kuat rasa kebersamaan personil. Harus dieliminir perasaan paling berjasa dan menentukan, kendati kecenderungan kerja akan tetap konsekuen dengan tingkat jabatan dan hierarkis.

***

Manajemen sebagai sebuah proses akan memiliki banyak fungsi dalam roda perguliran sebuah institusi. Dapat kita rinci di antaranya sebagai berikut

* Planning

* Organizing

* Actuiting

* Controlling

* Staffing

* Directing

* Budgeting

* Motivating

* Predicting

Sebagai sebuah proses yang memiliki fungsi yang berragam, yang akan memunculkan fungsi baru atau juga menghilangkan fungsi tertentu, manajemen harus memegang teguh beberapa prinsip manajemen. Semakin kuat memagang teguh prinsip dan memakainya, maka akan semakin baik pula hasilnya.

Komunitas sebagai sebuah wadah organisasi apapun dan bagaimanapun dinamikanya: agresif, dinamis dan progresif, dalam menerapkan manajemen ada baiknya memilih manajemen terbuka. Karena didukung oleh sebuah kaidah kolegial antar sesama anggota komunitas tadi. Sedangkan prinsip lain di antaranya adalah sebagai berikut: prototype, efektif, produktif, profesional, dan selalu berhaluan ingin maju atau berubah. Wallahu’alam.

Bahan Bacaan:

Uris, Auren. Techniques of Leadership. Hill Book. Londoon .Tt.

Jay, Antony. Management and Machiavelli. Iqra. Bandung. 1983.

Herbert NC. The Axioms on Business. Terj. Daniel Rusdi. Pustaka Karya. Tt.

Siagian, Sondang P. Peranan Staf dalam Mnagemen. Gunung Agung. Jakarta. 1980.

Ya’qub, Hamzah. Menuju Keberhasilan Manajemen dan Kepemimpinan. Diponegoro, Bandung. 1982. Hasibuan, Malayu. Manajemen; Dasar, Pengertian dan Masalah. Tp. 1983.

Ingin Bebas Corona, Tapi Ambigu dalam Perilaku

Kesadaran dan kepatuhan masyarakat untuk saling ‎menjaga dari ganasnya corona sempat diragukan, maka ‎sempat beredar isu tagar #TerserahAja.‎
Lalu bagaimana situasi dan perihal kepatuhan dan ‎kesadaran ini? Berikut disajikan artikel mengani hal ini, ‎untuk memberi gambaran walau alakadarnya, situasi ‎yang terjadi.‎

Pada 1950-an, beberapa psikolog sosial di Amerika ‎Serikat (AS) mulai mengembangkan Health Belief Model ‎‎(HBM) yang masih digunakan secara luas dalam riset ‎perilaku kesehatan hingga kini. Dikutip oleh ‎theconversation.com.‎
HBM merupakan perpaduan pendekatan filosofis, medis, ‎dan psikologis, untuk menjelaskan kepatuhan atau ‎ketidakpatuhan masyarakat dalam melakukan upaya ‎kesehatan, untuk mengeksplorasi berbagai perilaku ‎kesehatan baik jangka panjang maupun jangka pendek.‎

Secara singkat, HBM terdiri atas enam komponen:‎
‎1.‎ Persepsi kerentanan (perceived susceptibility), yaitu ‎bagaimana seseorang memiliki persepsi atau ‎melihat kerentanan dirinya terhadap penyakit.‎
‎2.‎ Persepsi keparahan (perceived severity), yaitu ‎persepsi individu terhadap seberapa serius atau ‎parah suatu penyakit.‎
‎3.‎ Persepsi manfaat (perceived benefit), yaitu persepsi ‎individu akan keuntungan yang ia dapat jika ‎melakukan upaya kesehatan.‎
‎4.‎ Persepsi hambatan (perceived barriers), yaitu ‎persepsi individu akan adanya hambatan dalam ‎melakukan upaya kesehatan.‎
‎5.‎ Petunjuk bertindak (cues to action), yaitu adanya ‎kejadian atau dorongan untuk melakukan upaya ‎kesehatan yang berasal dari kesadaran diri atau ‎dorongan orang lain; misalnya iklan kesehatan atau ‎nasihat dari orang lain.‎
‎6.‎ Kemampuan diri (self-efficacy), yaitu persepsi ‎individu tentang kemampuan yang dimilikinya. ‎Seseorang yang menginginkan perubahan dalam ‎kesehatannya dan merasa mampu, akan melakukan ‎hal-hal yang diperlukan untuk mengubah perilaku ‎kesehatannya; demikian pula sebaliknya.‎

Dengan pendekatan HBM, diperkirakan dapat ‎memahami dan menjelaskan kenapa masyarakat tidak ‎patuh terhadap protokol kesehatan pandemi COVID-19.‎

Diduga kuat, pada satu sisi, masyarakat kurang memiliki ‎pemahaman seberapa rentan mereka tertular COVID-19, ‎seberapa parah penyakit ini, apa manfaat melakukan ‎pencegahan, dan kurangnya petunjuk untuk bertindak.‎
Lantas, pada sisi lain masyarakat menghadapi berbagai ‎hambatan untuk mengakses pada fasilitas kesehatan. ‎Pada akhirnya, menyebabkan terjadinya salah persepsi ‎terkait self-efficacy: mereka tidak yakin akan kemampuan ‎dan tindakannya.‎

Padahal, jika masyarakat memiliki persepsi yang baik ‎terhadap kerentanan diri, bahaya penyakit, keuntungan ‎dari upaya pencegahan yang dilakukan dan mendapat ‎petunjuk bertindak serta minimalnya hambatan, maka ‎self-efficacy dapat dibangun.‎

Terlepas itu semua, keyakinan akan kemampuan dan ‎kesanggupan seseorang untuk dapat menjalankan ‎protokol kesehatan dapat ditumbuhkan dengan cara, ‎antara lain:‎
1. melihat pencapaian kesehatan yang ia lakukan pada ‎masa lalu; ‎
2. melihat keberhasilan orang lain (jika orang lain bisa, ‎maka saya pun bisa); ‎
3. bersikap tegas dengan diri sendiri; dan menghilangkan ‎sikap emosional dan menetapkan tujuan.‎

Itulah beberapa hal terkait kepatuhan dan ‎ketidakpatuhan publik dalam upaya bersama untuk ‎menerapkan protokol kesehatan. Semoga kita dapat ‎kompak ya?‎

Memahami Wabah Corona Dari Sisi Agama

Wabah yang saat ini mendunia, yaitu virus corona, pada varian terbaru Covid-19 merupakan musibah dan menjadi keprihatinan kita semua. Lebih dari 88 ribu orang di Indonesia dan 4,2 juta di dunia, meninggal dunia, serta menyebar di seratus lebih negara di dunia. Informasi berdasarkan update informasi resmi pemerintah pekan ketiga Juli 2021.

Bagaimana sikap kita sebagai bagian dari umat beragama, untuk menghadapi musibah besar ini? Tidak bukan, adalah mengembalikan semuanya kepada Allah, Sang Pencipta. Bahwa Allah yang telah menciptakan semua makhluk-Nya, baik yang besar maupun yang kecil, yang terlihat maupun tidak kelihatan oleh mata.

Pada salah satu ayat dari Al-Qur’an, berfirman:

“Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun” (Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya kami akan kembali). (QS Al-Baqarah [2]: 156).

Karenanya, seyogianya kita tidak bersedih dan khawatir berlebihan dan berlarut-larut, apalagi hingga menyesali nasib lalu berputus asa. Sebab, semuanya memang hanya milik Allah. Termasuk wabah corona yang saat ini merebak ke seluruh dunia. Pelajaran terpentingnya, bagaimana kita berupaya mengatasinya dan mengantisipasinya, dengan cepat dan tepat.

Bila kita telusuri dengan pendekatan sistem kepercayaan, berupa aqidah, kita menyadari bahwa segala urusan di muka bumi ini, adalah atas izin dan kehendak Allah. Seperti firman-Nya:

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah, dan setiap orang yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”  (QS At-Taghabun : 11).

Tetapi penjelasan lebih lanjut, disbutkan bahwa:

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kamu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari dosa-dosamu.” (QS Asy-Syura: 30).

Itulah hakikat musibah, atas izin Allah dan karena kelalaian manusia. Tetapi semua kita coba kembali memahami sebagai bagian dari ilmu Allah.

Pada QS Al-An’am Allah menekankan :

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” (QS Al-An’am [6] : 59).

Menurut ahli tafsir, Syaikh Wahbah az-Zuhaili, pakar asal Suriah, dalam Kitab Tafsir Al-Wajiz, dijelaskan, bahwa Allah mengetahui, bukan hanya mengetahui, tapi Maha Mengetahui. Bahwa, semua yang ada dan terjadi di daratan dan di tempat-tempat sepi tersembunyi sekalipun, yang mencakup binatang, pepohonan, pasir kerikil, dan debu, termasuk bakteri dan virus. Juga segala hewan yang berada di laut, berupa binatang, tambang, ikan, dan lain-lain yang dikandungi oleh airnya.

Itulah bukti keagungan Allah. Dzat Mahabesar dan keluasan-Nya dalam seluruh sifat-sifat-Nya.

Adapun realitas di sekeliling kita, ada orang yang meninggal, terdampak virus corona, maka sesungguhnya kematian itu bukanlah karena seseorang atau benda apapun. Namun semata-mata karena ajal yang sudah Allah tentukan. Maka, bagi yang tertimpa wabah corona, atau apapun, tetap berharap dan bergantungnya mutlak kepada Allah.

Adapun kepada sesama manusia, seperti diperiksa kepada dokter, karantina perawatan, itu hanyalah ikhtiar, yang memang harus maksimal juga dilakukan, agar dapat sehat kembali.

Semntara persoalan ketentuan ajal, Allah menyebutkan di dalam firman-Nya :

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (QS Al-Anbiya [21]: 35).

Untuk itu, baiknya kita perkuat upaya spiritual ilahiyah, yakni dengan memanjatkan doa memohon keselamatan dari Allah Sang Maha Pencipta dan Sang Pemberi Keselamatan. Memperkuat spiritual jiwa dengan shalat, doa, dzikrullah, shalawat dan kalimat-kalimat thayyibah.

Termasuk selalu memanjatkan doa secara khusus, seperti doa yang diajarkan Rasulullah SAW, di antaranya :

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari penyakit kulit, gila, lepra, dan dari penyakit lain yang mengerikan.” (HR Abu Daud dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu).

Semoga Allah melindungi dan menyelamatkan kita dan keluarga dari serangan wabah virus corona, dan berbagai ujian serta bencana lainnya.*

Sekretariat, Sanggar, Ruang Publik Perlu Arah

Sanggar is never die. Terus sibuk dan –sebut saja– tidak mengenal tidur. Itulah ungkapan yang pas untuk menggambarkan keadaan Sanggar, sebuah tempat kongkow para aktifis.

Setiap saat hiruk pikuk oragnisasi atau komunitas apapun, dinamikanya terus bergeliat. Tempat boleh terus hidup oleh keramaian perilaku. Tapi apakah kehidupannya itu telah mampu memberikan penghidupan? Masih perlu kita telusuri.

Hari ini kebanyakan sekretariat atau sanggar masih seperti terminal; kadang-kadang sebagai musholla; sering juga menyaingi bioskop; pun kerap mengkalim laiknya balai desa dan mungkin juga menjadi mall. Segala aktivitas yang ingin dilakukan oleh para aktifis di sanggar, sementara ini, boleh saja ada. Tanpa kecuali.

Berbagai keruwetan sanggar selalu melingkupi dari dulu hingga saat ini. Upaya perbaikannya dari kaum lemah pun tidak surut nampaknya. Hanya saja rival yang berhaluan bebas dan seenaknya saja adalah golongan yang masih mendominasi. Sehingga usaha dan cita-cita kaum lemah untuk selalu menjalankan perbaikan selalu kandas di tengah jalan.

Dari masalah yang sifatnya di sekitar ini. Yakni kebutuhan sehari-hari anggota komunitas, bertempat di sanggar bisa beralih ke masalah lain yang sifatnya kultural. Membentuk tradisi lokal para penggiat komunitas. Bahkan mungkin menyeret pada penciptaan “dosa bersama”. Sejauh ini berarti sanggar belum juga memberi pemaknaan yang mendalam sebagai tempat yang harus difungsikan secara baik.

Dalam pemahaman sosiologis, sanggar selalu tertuduh sebagai tempat yang tidak nyaman. Personal sanggar sering hanya memberikan kenangan yang tidak enak. Kisah yang terkupas adalah “kekejaman” pergaulan yang kurang nyaman antara seorang anggota dengan anggota yang lain. Berakhir dengan cerita miring. Dus, sanggar menjadi korban penghukuman.

Sanggar, sekretariat, kantor sebetulnya, adalah tempat yang multi fungsi. Tidak saja berfungsi sebagai media pendidikan, yang mewakili fungsi positif, juga ternyata berfungsi sebagai tempat yang kurang enak didengarnya, bioskop. Umpama. Inilah konsekuensi aneka aktivitas anggota komunitas boleh terjadi tadi. Keadaan itu tak bisa ditolak. Seperti itu bisa dibenarkan, karena sesuai dengan tempatnya sanggar sebagai arena aktualisasi anggota sangga (asalnya berarti kumpulan dari orang yang mencari ilmu agama Hindu dan Budha).

Namun kalau kemudian ingin diposisikan kembali sebagai sebuah sangkar yang nyaman dan benar, seyogyanya kita mencari formula rumusan. Bagaimana itu? Mari kita cari.*

Alasan Kenapa Harus 5M

SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA 1442 H., KEBERKAHAN SELALU MENYERTAI KITA || Hadapi Pandemi Ingat 5 M: Memakai Masker, Muncuci Tangan, Menjaga Jarak, Menjauhi Kerumunan dan Mengurangi Mobilitas || POWERED BY MANSURASYARIE.WORDPRESS.COM

Mengenal Kronologi Gerakan 5M

Kesehatan merupakan keadaan lengkap fisik, mental, dan kesejahteraan sosial dan tidak hanya mengenai hal penyakit atau kelemahan  (Julismin & Hidayat, 2013).

Kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar masyarakat, maka kesehatan adalah hak bagi setiap warga masyarakat yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar. Pengertian Kesehatan menurut wikipedia adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Widiastuti, 2019).

Keluarga merupakan kelompok utama yang mengupayakan pencegahan, dan mempertahankan kesehatan, serta merupakan pemeran utama dalam memberi asuhan kepada anggotanya yang sedang mengalami sakit (Nurachmah, Elly, 2014).

Menurut Kelen, dkk (2016), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang memiliki pengaruh kuat terhadap perkembangan individu. Keluarga dapat didefinisikan sebagai unit dasar dalam masyarakat yang dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan, memperbaiki dan mempengaruhi anggota keluarga untuk meningkatkan kualitas kesehatan keluarga (Ashidiqie, 2020).

Masa pandemi Covid-19 ini, keluarga sebagai unit sosial terkecil dari struktur masyarakat telah membuktikan ketangguhannya dalam membentengi dan melindungi semua anggotanya dari bahaya penularan virus tersebut. Mewabahnya Covid-19 di berbagai negara menjadi bukti bagaimana besar peran keluarga sebagai tempat berlindung paling aman supaya terhindar dari infeksi Covid-19 (Santika, 2020).

Kasus penyakit yang baru terjadi saat ini yang telah menggegerkan seluruh dunia yang  bernama Covid-19. Wabah Corona Virus Disease atau lebih dikenal dengan nama Virus Corona atau Covid-19 yang pertama kali muncul di Cina tepatnya di Kota Wuhan Tiongkok pada akhir tahun 2019. Virus ini kemudian mendadak menjadi penyakit mengerikan bagi masyarakat dunia, terutama setelah merenggut ribuan nyawa manusia dalam waktu yang relatif singkat. Hampir kurang lebih 200 Negara di Dunia terjangkit virus corona termasuk Indonesia (Supriatna, 2020).

Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan yang menular diakibatkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Virus Corona 2 (SARS-CoV-2). Karakteristik penyakit ini ada yang tanpa gejala hingga gejala berat, sehingga ada beberapa pasien yang membutuhkan perawatan intensif.

Penyebaran penyakit ini berlangsung luas dan cepat ke berbagai negara termasuk seluruh wilayah Indonesia (Setiawan, dkk, 2020). Data dari worldometes, per tanggal 16 Januari 2021 data yang terkena Covid-19 di seluruh dunia tercatat 94 juta orang positif virus corona, pasien sembuh tercatat 67 juta orang, dan meninggal dunia tercatat 2.015.946 orang. 

Kasus Covid-19 hingga akhir tahun 2020 lalu, terbanyak berada di Negara Amerika Serikat dengan jumlah kasus 24.068.126 jiwa, pasien sembuh sebanyak 14.204.318 orang, dan meninggal dunia sebanyak 401.370 jiwa (Bramasta, 2020).

Menurut Raditya (2021), dihimpun dari berbagai beberapa sumber, makna 5M adalah sebagai pelengkap aksi 3M. Gerakan 5M yaitu memakai masker, mencuci tangan paakai sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta mengurangi mobilitas.  Menurut Widiastuti (2019), definisi kepatuhan adalah perilaku positif yang diperlihatkan masyarakat dalam menerapkan 5M pencegahan Covid-19.     

Sumber utama: http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/7165/2/ diakses 25 Juli 2021 pukul 20.00 wib.

Tanaman Buah Indah Depan Rumah

Halaman rumah menjadi arena yang terbuka untuk ‎anggota keluarga tatkala melepas lelah atau bercengkrama ‎di waktu santai. Untuk menghiasi halaman kita seringkali ‎melihat banyak yang menenaminya dengan ‎pohpepeohonan atau tanaman yang produktif, seperti ‎mangga, rambutan, sawo, pisang, jeruk, kedongdong, atau ‎lain sebagainya. ‎
Menanam pohon yang berbuah di depan rumah ‎kadangkala mengasikan tetapi juga mengundang masalah ‎tersendiri. Mengasikan karena dapat diambil manfaat dari ‎mulai buahnya, hingga sarana untuk meneduhkan ‎halaman. Namun, mendundang masalah, karena selain ‎jatuhan daun yang gugur mengering atau ranting-ranting ‎yang rapuh, juga menjadi ancaman ambruk atau patah ‎sebagian atau seluruh pohon tersebut sehingga ‎mengganggu rumah. Terkadang menjadi malapetaka.‎
Bagaimana agar keinginan untuk mendapatkan hasil buah ‎yang relatif baik, tetapi aman terhadap lingkungan rumah. ‎Nah, ini dia trik yang dapat dipakai oleh netter untuk ‎mewujudkannya.‎
‎1.‎ Buat perencanaan pilihan tanaman yang akan ‎ditanam, tidak membutuhkan lahan yang luas, aman ‎terhadap rumah, juga terhadap lingkungan sekitar. ‎Jika pilihan pada tanaman normal biasa yang sudah ‎lumrah seperti jambu, mangga, atau tanaman ‎sayuran, dapat diantisipasi pertumbuhannya. Jika ‎tidak, maka berarti harus melakukan upaya antisipasi ‎dengan cara yang berbeda.‎
‎2.‎ Tandai atau gali lobang untuk lahan tanah yang akan ‎ditanami cukup bagi tanaman tersebut, misalnya ‎minimal 0.5×0.5 meter. Dengan kedalaman relatif, ‎misalnya anggap saja minimal 30 cm.‎
‎3.‎ Berikan pupuk yang cukup pada lobang lahan ‎tersebut. Baik untuk nutrisi, penetralisir tanah atau ‎penguatan lain terhadap tanaman yang akan ditanam.‎
‎4.‎ Pilihlah jenis tanaman dengan pohon yang tidak ‎terlampau besar nantinya. Seperti pisang tertentu ‎yang kerdil jenis pisang merah, lampung, atau pisang ‎bonsai. Pohon jeruk, mangga atau kedondong bahkan ‎rambutan dapat pula dikerdilkan. Bukan dibonsai. ‎Tetapi memilih bibit khusus yang memang kerdil ‎sebagai rekayasa dari tanaman dengan teori ‎pengkerdilan.‎
‎5.‎ Upayakan pohon dijaga dan dirawat agar tanaman ‎tidak menyentuh langsung terhadap bagian dari ‎rumah, mulai dinding, tiang, atap atau genting. Agar ‎rumah tetap aman. Kadangkala banyak binatang yang ‎dapat merayap langsung ke rumah seperti semut. Hal ‎itu akan mengganggu di kemdian hari.‎
‎6.‎ Bila sudah sangat tua atau pohonnya sudah tinggi, ‎lakukan dan rencanakan untuk mengadakan ‎pemangkasan yang dianggap perlu atau diregenerasi ‎dengan penanaman ulang atau penggantian dengan ‎jenis tanaman lain secara periodik dalam jangka ‎waktu yang relatif lama. Misalnya perlima tahunan. ‎Untuk menjaga keutuhan dan keamanan serta daya ‎tumbuh dan perkembangan pohon tersebut.‎
‎7.‎ Pilihlah tanaman yang selain produktif, juga memiliki ‎citra seni tinggi, seperti kedondong lebat, pisang ‎berwarna khusus, jeruk aneka warna atau mangga ‎yang dipadu dengan berbagai mangga jenis lain, ‎dalam satu pohon dengan teori stek dan lain-lain.‎
Nah, dengan demikian, kita sudah dapat mewujudkannya. ‎Selamat berkarya.*‎

Bugel Muara, Uji Nasib Cemara (Laut)

Sejauh ini, berdasarkan aneka sumber yang dihimpun, ‎pohon cemara laut (Casuarina equisetifolia) dan bakau ‎‎(mangrove) digadang-gadang sebagai tanaman yang ‎selain memiliki ketahanan tersendiri, juga diklaim banyak ‎memberi manfaat untuk ketahanan lingkungan, ‎terutama di kawasan pantai tipikal perpaduan laut-‎sungai.‎
Akhir pekan ini penulis mendapat kesempatan ‎mengunjungi kembali hutan Cemara-Mangrove Ciroyom, ‎Kecamatan Cibitung, Sukabumi Jawa Barat, yang berada ‎di kawasan pantai selatan, bersama relawan dari ‎Discover Jampang dan Srikandi Nusantara. Hutan ini ‎dikembangkan melalui program penanaman cemara laut ‎oleh kementerian keluatan sejak 5 tahun silam.‎
Salah satu hal menarik yang penulis amati dari hamparan ‎hutan mangrove dan cemara yang selama ini ‎dikembangkan oleh kelompok masyarakat setempat ‎adalah kondisi terkini dua jenis tanaman tersebut.‎
Kebetulan saat ini, sesuai dengan cuaca, kawasan hutan ‎tersebut masih bugel. Bugel istilah lokal untuk menyebut ‎kawasan muara yang terendam air karena aliran sungai ‎tertahan oleh pasir laut. Sehingga membentuk hamparan ‎air di area sekitarnya. Masyarakat setempat ‎menyebutnya dengan istilah talanca.‎
Menurut keterangan Mandor Ridho, salah seorang ‎pengurus kelompok masyarakat Ciroyom menyatakan ‎bahwa bugel diperkirakan masih akan berlangsung ‎sebulan ini. Itupun apabila asumsi musim hujan mulai ‎terjadi bulan depan.‎
Pada situasi seperti ini, dimana sebagian kawasan hutan ‎cemara sedang tergenang air payau, secara fisik ‎keberadaan pohon cemara laut nampak lebih bertahan. ‎Pohon tumbuh normal bahkan subur. Sebagian besar ‎telah berbuah dengan lebat.‎
Amat kontras keadaannya dengan cemara yang berada ‎di area ujung yang tidak (belum) tergenang air payau. ‎Tanaman cemara, nampak layu karena cuaca kemarau. ‎Bahkan sebagian di antara menunjukan tanda-tanda ‎mati, layu hingga kering kerontang.‎
Lebih menggenaskan lagi, hampir seperlima tanaman ‎mangrove, justru terlihat layu, bahkan hampir mati. ‎Daun-daun mulai mengering, diikuti oleh ranting dan ‎dahan yang layu, hingga tanda-tanda kekeringan, hingga ‎mati. Padahal sebagain besar pohon mangrove tersebut ‎masih tergenang air payau.‎
Menanggapi keadaan tersebut pihak kelompok sekarang ‎lebih tertarik untuk mengembangkan cemara laut ‎dibanding pengembangan mangrove. Namun mereka ‎sekarang ini sedang berupaya untuk melakukan ‎penyemaian dari buah-buah yang ada. Seperti ‎diceritakan oleh Hanafi kepada penulis sela-sela obrolan.‎
Gembira bercampur khawatir melihat keadaannya. ‎Menggembirakan kalau melihat pertumbuhan cemara. ‎Namun sebaliknya menjadi khawatir bila melirik kondisi ‎sebagian pohon mangrove. ‎
Ya, tentu saja ini informasi awal saja. Dan masih ‎memerlukan kajian mendalam oleh berbagai kalangan, ‎untuk mengetahui secara pasti keberadaan dua jenis ‎tanaman tersebut hingga menunjukan gejala terakhir ini. ‎Mari tunjukan kepedulian kita. Ayo ulurkan tangan! ‎Hehe.*** ‎
Sumber: biodiversity.org dan pengalaman pribadi

Ilustrasi Bugel Bali

Kenal Delta, Hindari Bahayanya

Kawasan yang banyak terdapat sungai yang besar, ‎serta mengalir langsung ke laut, dengan tipologi ‎tertentu, tentu sudah tidak asing dengan delta.‎
Menghimpun dari berbagai sumber, delta ‎didefinisikan sebagai bentuk lahan daratan, ‎terbentuk dari endapan pasir, tanah liat dan celah, ‎yang dibawa oleh sungai, ketika sungai memasuki ‎sungai, laut, samudera, danau, dll.‎
Aliran sungai yang bergabung dengan aliran air ‎yang lebih besar, karena alirannya airnya ‎melambat dan tidak mampu mengangkut sedimen ‎yang terbawa, lantas meninggalkannya di muara ‎sungai, secara alami menghasilkan kawasan delta.‎
Dengan demikian, delta merupakan endapan ‎sedimen yang terbentuk di ujung sebuah aliran ‎sungai yang dekat dengan muara laut atau danau. ‎
Sedimen yang terangkut bergerak mengikuti aliran ‎air. Material sedimen itu merupakan muatan dasar ‎atau bed lood yang bergerak menggelinding atau ‎bergeser di dasar sungai. Tetapi ada pula ‎mekanisme saltation atau loncatan partikel di dasar ‎sungai.‎
Akumulasi bahan-bahan itulah yang nantinya akan ‎mengendap dan membentuk sebuah delta sungai. ‎Tetapi tidak semua sungai akan menghasilkan ‎delta, karena sebuah delta dapat terbentuk bila ‎memenuhi syarat berikut ini:‎
‎- kecepatan arus sungai di muara rendah
‎- material endapan cukup banyak
‎- laut di ujung muara ombaknya tenang
‎- morfologi pantai datar
‎- jarang terjadi aktifitas tektonik
‎- bahan hasil sedimentasi tidak dipengaruhi ‎aktifitas laut
Bentuk delta pun secara alami bermacam-macam, ‎antara lain arcuate, berbentuk seperti kipas atau ‎segitiga, bentuk delta paling umum. Delta kaki ‎burung, bentuknya menyerupai jari yang menyebar ‎dari muara ke arah laut. Delta cuspate, membentuk ‎huruf V. Dan Delta estuarine, berbentuk ‎memanjang dan sempit.‎
Menurut catatan para ahli setidaknya saat ini ada ‎‎33 lokasi delta besar, ada di dunia. Delta sungai ‎Gangga dan Brahmaputra di India dan Bangladesh ‎dikenal sebagai delta terbesar di dunia. Sementara ‎di Indonesia, delta sungai Mahakam di Kalimantan ‎Timur masuk posisi ke-10 terbesar dari yang lain.‎
Di antara sekian banyak area delta di dunia, ‎sebagai besar kemudian menjadi kota-kota besar ‎beberapa negara. Seperti di Jakarta, yang ‎merupakan ibukota dari Indonesia, ternyata berdiri ‎di atas delta yang telah berumur ribuan tahun.‎

Ancaman bahaya kawasan delta
Kondisi delta yang dihuni menjadi pemukiman ‎penduduk padat, berpotensi bencana. Antara lain, ‎serangan banjir kiriman dari daerah hulu, ‎tenggelamnya pesisir karena naiknya permukaan ‎air laut, dan dampak buruknya kesehatan karena ‎menjadi lokasi akhir pembuangan limbah melalui ‎sungai.‎
Salah satu kasus banjir besar yang menimpa delta ‎yaitu di Chao Phraya yang menjadi lokasi Ibukota ‎negara Thailand dengan nama Bangkok, belum ‎lama lalu terserang bencana.‎
Mantan Deputi LIPI Bidang Sumber Daya Alam ‎‎(SDA), Jan Sopaheluwakan, sempat membeberkan ‎hal yang lebih mendetail mengenai masalah ‎kawasan delta di Indonesia sekarang ini, kepada ‎republika.co.id.‎
Menurut Jan setidaknya terdapat enam masalah ‎utama yang mengancam delta yang menjadi ‎perkotaan, yakni berkenaan dengan tekanan ‎terhadap ruang, kerawanan terhadap banjir, ‎kesulitan air bersih, infrastruktur yang sudah tidak ‎memadai, abrasi pantai dan kehilangan ‎biodiversitas.‎
Kawasan Delta amat rentan terhadap bahaya, ‎karena fakta bahwa delta merupakan: dataran ‎rendah, terbentuk dari daratan basah, dan berada ‎di antara daerah garis pantai dan bibir sungai.***‎
Sumber: info.com, republika.co.id dan esdm.go.id‎

Istimewa Muara Diburu Pemancing Mania

Salah satu tempat favorit bagi para pemancing ikan ‎adalah muara. Sebuah kawasan tempat perpaduan ‎antara kawasan laut dan sungai.‎
Kawasan ini disenangi oleh ikan-ikan, baik ikan ‎tawar maupun ikan laut tertentu, karena air ‎berubah menjadi payau.Percampuran air asin dan ‎tawar.‎
Dihimpun dari berbagai sumber, bahwa muara ‎terbentuk karena proses alami. Ketika sungai ‎memasuki laut lepas atau aliran air lainnya, maka ‎akan terjadi peraduan energi, saling dorong antara ‎arus sungai dan gelombang pasang air laut, lalu ‎menghasilkan area tersendiri. Menjadi muara salah ‎satunya. Atau menjadi delta, bergantung kekuatan ‎arus yang terjadi.‎
Bila mana arus aliran air sungai melambat dan ‎tidak bisa lagi membawa sedimen yang dibawa ‎oleh sungai, sedimen itu akan dijatuhkan di mulut ‎sungai dan yang menghasilkan ‎pembentukan daratan basah. Itulah muara.‎
Jadi, muara merupakan badan air di pantai, di ‎mana sungai bertemu laut atau aliran air lainnya. ‎Kalaupun terjadi daratan, sifatnya sementara, dan ‎bersifat basah, yang pada saatnya akan kembali ‎menjadi badan air. Sementara material pembentuk ‎daratan akan menghilang terbawa arus air.‎
Sedangkan, perbedaan mendasar antara muara ‎dan delta adalah bahwa muara berupa badan air ‎pada mulut pasang surut sungai, di mana ia ‎bertemu dengan laut. Sementara, delta berbentuk ‎tanah basah, hasil dari akumulasi sedimen yang ‎dibawa oleh sungai ketika bergabung dengan ‎badan air. ‎
Dengan demikian, muara sebagai daerah di mana ‎gelombang pasang masuk dan keluar. Badan ‎sungai menjadi lebih luas dan perlahan-lahan ‎menyatukan dengan laut, berkelok-kelok, berliku-‎liku. Muara disebut juga bay, estuari, laguna dan ‎rawa.‎
Kawasan muara, selain terlihat indah juga ‎disenangi oleh kawanan ikan. Karena itu tempat ini ‎sering dijadikan sasaran para nelayan untuk ‎mengais rizki. Bahkan menjadi salah satu tempat ‎pemancingan terbuka yang banyak diburu. ‎
Karena daya tarik tersebut, tidak jarang daratan ‎pinggiran muara menjadi pemukiman warga ‎nelayan. Sayangnya, muara ternyata menjadi salah ‎satu tepat yang rentan dari bencana banjir. Ini ‎patut diwaspadai.***‎
Sumber: gurugeografi.id, info.com, dan dmcdd.net

Menyatukan Rasa Melalui ‎Perayaan Keagamaan‎

Tak terasa pekan ini sudah masuk pada Idul Adha 1442 H. Sebuah momentum untuk menguatkan kembali rasa pengorbanan seorang Muslim untuk menyerahkan sepenuhnya aneka persoalan hanya kepada Allah, dengan penuh keikhlasan.

Idul Adha tentu tidak sekedar seremoni agama.‎ Banyak nilai terkandung yang harus diungkap serta diambil hikmahnya oleh umat manusia.
Tradisi seremoni ini dapat dinilai sebagai ‎momentum yang sangat penting dan strategis, ‎dalam pandangan pemberdayaan ummat. Karena ‎dengan seremoni ini, secara serempak, tanpa ‎harus dipaksa, dan digadang-gadang, ‎masyarakat rela uluran tangan mensukseskan ‎acara serupa, dengan penuh keikhlasan dan ‎kekompakkan. ‎
Dalam konteks masyarakat yang beragama, ‎apapun sistem kepercayaan manusia, secara ‎garis besar selalu terbelah pada kecenderungan ‎menjadi setidaknya pada dua perspektif, cara ‎pandang mereka terhadap sistem ‎kepercayaannya. Bahwa agama dipandang ‎dalam kacamata rasa dan logika.‎
Cara pandang dengan rasa keagamaan yang ‎kuat, rata-rata melahirkan kelompok masyarakat ‎agama yang taat dan militan. Militansi mereka ‎teraktualisasi, dalam praktik ketaatan mereka ‎terhadap ajaran-ajarannya, yang bersifat ‎dogmatis. Ini bagian dari pencernaan rasa atau ‎emosi mereka terhadap keberagamaannya. ‎
Sementara, kelompok masyarakat beragama, ‎yang mengutamakan cara pandang logika ‎keagamaan, melahirkan kelompok keagamaan ‎yang cenderung lebih terbuka, toleran, abangan, ‎dan adaptif. Hal tersebut, terbentuk dari ‎kecenderungan mereka dalam mengaplikasikan ‎ajaran keagamaannya dengan “penawaran” ‎berdasarkan logika dan hasil pemikiran mereka. ‎Kelompok masyarakat beragama ini sangat ‎selaras dan cocok, dalam lingkungan tradisi-‎tradisi ilmiah, kajian-kajian dan diskusi terbatas ‎keagamaan.‎
Dua kelompok besar masyarakat beragama ini, ‎bukan mutlak berbeda. Dalam hal yang sangat ‎spesifik, dapat bersatu, padu, berbaur dan solid. ‎Tetapi untuk menjadi berbaur memerlukan alat ‎perekat dan pembaurnya yang harus tepat dan ‎sesuai.‎

Perayaan Keagamaan Mengarah pada ‎Kebersamaan
Tradisi yang terjadi di masyarakat muslim kita, ‎menurut pengamatan penulis, pada konten inti ‎perayaan keagamaan, acapkali menghadirkan ‎seorang ahli atau yang ditokohkan dalam agama, ‎untuk memberikan pencerahan seputar ‎keberagamaan mereka. Dengan segala variasi ‎tampilan agar menarik dalam lingkup bahasan, ‎sesuai dengan keahlian masing-masing tokoh.‎
Lalu apa dampak manfaat yang dirasakan oleh ‎masyarakat beragama? Hanya akan membekas ‎sesaat, tidak memiliki dampak jangka panjang ‎dan sangat taktis. Maka hal itu memerlukan ‎pengulangan, kontinuitas, dan tindaklanjut yang ‎intens, untuk pembinaan masyarakat beragama. ‎Amat jarang ditemukan proyeksi perayaan ‎keagamaan dalam bingkai konsep pemberdayaan ‎yang strategis, dengan tujuan yang terukur, ‎hasilnya efektif, dan berdampak jangka panjang.‎
Kendati demikian, dalam hal kemauan, proses ‎dan wujud kebersamaan dalam perayaan ‎keagamaan itu, dapat dikatakan sesuatu yang ‎positif saja. Antara lain, berhasil efektif dalam ‎menghangatkan suasana kemasyarakatan, ‎menyegarkan ingatan pemahaman ajaran ‎agamanya, membimbing pengalaman masing-‎masing penganut agama dalam mencapai ‎kesadaran keberagamaan, dan menghadirkan ‎rasa kebersamaan masyarakat beragama.‎
Unsur positif itu, akan menggiring pada ‎kesadaran relasi keagamaan, yakni: kesadaran ‎internal bersama sesama umat beragama, atau ‎kesadaran eksternal kebersamaan dengan umat ‎agama lain (dalam wacana kehidupan sesama ‎makhluk Tuhan Sang Pencipta), dan kesadaran ‎relasi yang lebih luas dengan negara, sebagai ‎penyelenggara dan penjamin persatuan dan ‎keutuhan sebagai warga negara.‎
Interrelasi kesadaran keagamaan tersebut, dari ‎kesadaran idiologis, melalui jembatan ‎pengamalan keagamaan, akan sampai pada ‎tujuan. Nah, kesadaran bersama sebagai ‎makhluk Tuhan yang dilahirkan, hidup dan ‎saling berhubungan dalam koridor kemanusiaan, ‎optimis tetap terjaga.**‎